Zikir
Alif,
alif, alif,!
Alifmu
pedang di tanganku
Susuk
di dagingku, kompas di hatiku
Alifmu
tegak jadi cagak, meliut jadi belut
Hilang
jadi angan, tinggal bekas menetaskan
Terang
Hingga aku
Berkesiur
Pada
Angin kecil
Takdir-Mu
Hompimpah
hidupku, hompimpah matiku
Hompimpah
nasibku, hompimpah, hompimpah
Hompimpah!
Kugali
hatiku dengan linggis alifmu
Hingga
lahir mataair, jadi sumur, jadi sungai,
Jadi
laut, jadi samudra dengan sejuta gelombang
Mengerang
menyebut alifmu
Alif,
alif, alif!
Alifmu
yg Satu
Tegak
dimana-mana
Langkah
Merah bekas bibirmu yang melekat di pipiku sudah kusabun,
tapi aku
masih curiga, warna itu menjadi garis di cakrawala di mana pohon
pohon yang kutanam menjelma hantu.
Akhirnya aku pergi ke Lautan Teduh untuk bersuci, tapi air laut
menjadi
kering seketika, sehingga seekor cumi-cumi marah padaku,
melilitku
dengan belalainya lalu menelanku.
Dalam perut cumi-cumi itu masih kudengar suara ibu
menyuruhku
menyusu pada bisul di pantat nelayan primitif yang ditelan cumi-cumi
itu sepuluh ribu tahun lalu.
Nanah yang kukecup gurih dan harum, menyalangkan
pandangku ke
pulau-pulau yang dalam peta tak pernah ketemu.
tapi aku
masih curiga, warna itu menjadi garis di cakrawala di mana pohon
pohon yang kutanam menjelma hantu.
Akhirnya aku pergi ke Lautan Teduh untuk bersuci, tapi air laut
menjadi
kering seketika, sehingga seekor cumi-cumi marah padaku,
melilitku
dengan belalainya lalu menelanku.
Dalam perut cumi-cumi itu masih kudengar suara ibu
menyuruhku
menyusu pada bisul di pantat nelayan primitif yang ditelan cumi-cumi
itu sepuluh ribu tahun lalu.
Nanah yang kukecup gurih dan harum, menyalangkan
pandangku ke
pulau-pulau yang dalam peta tak pernah ketemu.
1978
DOA
Bila kau tampakkan
secercah cahaya di senyap malam
rusuh dan gemuruh
mengharu biru seluruh tubuh
membangkitkan gelombang
lautan rindu
menggebu menyala
dan lagu-Mu yang gemuruh
menyangkarku dalam
garden-Mu
biarkan aku menari dalam
lagu-Mu
gila lestari melimbang
badan
ah, hatiku tertindas
gatal dan pedih
meski nikmat semakin
erat memelukku
aku meronta dalam
kutuk-Mu
duhai, naung kasih-Mu
melambai tangan
sekali lagi kau kilatkan
cahaya di tengah malam
aku silau, hanya tangan
yang menggerapai
golang golek tubuhku
dalam yakin
ah, kegilaan begitu
mesra
tangis bahagia yang
bersimbah di raut jiwa
menggermang nyala
bulu-bulu seluruh tubuh
terbisik di hati puji
syukur memanjat rindu
1965
1965
Sajak Gamang
Dibiarkannya orang-orang
merangkak
selarat kerbau menarik
bajak
dibiarkannya cacing yang
tak punya kuasa
kalau anak-anak menyanyi
tentang daun-daun hijau
bagus, karena bapaknya
parau bagai harimau
musik dan gamelan kadang
bikin gamang
sungai dan hutan jangan
diurus kancil atau siamang
IBU
kalau aku merantau lalu datang musim kemarau
sumur-sumur kering, daunan pun gugur bersama reranting
hanya mataair airmatamu ibu, yang tetap lancar mengalir
bila aku merantau
sedap kopyor susumu dan ronta kenakalanku
di hati ada mayang siwalan memutikkan sari-sari kerinduan
lantaran hutangku padamu tak kuasa kubayar
ibu adalah gua pertapaanku
dan ibulah yang meletakkan aku di sini
saat bunga kembang menyemerbak bau sayang
ibu menunjuk ke langit, kemundian ke bumi
aku mengangguk meskipun kurang mengerti
bila kasihmu ibarat samudera
sempit lautan teduh
tempatku mandi, mencuci lumut pada diri
tempatku berlayar, menebar pukat dan melempar sauh
lokan-lokan, mutiara dan kembang laut semua bagiku
kalau aku ikut ujian lalu ditanya tentang pahlawan
namamu, ibu, yang kan kusebut paling dahulu
lantaran aku tahu
engkau ibu dan aku anakmu
bila aku berlayar lalu datang angin sakal
Tuhan yang ibu tunjukkan telah kukenal
ibulah itu bidadari yang berselendang bianglala
sesekali datang padaku
menyuruhku menulis langit biru
dengan sajakku.
sumur-sumur kering, daunan pun gugur bersama reranting
hanya mataair airmatamu ibu, yang tetap lancar mengalir
bila aku merantau
sedap kopyor susumu dan ronta kenakalanku
di hati ada mayang siwalan memutikkan sari-sari kerinduan
lantaran hutangku padamu tak kuasa kubayar
ibu adalah gua pertapaanku
dan ibulah yang meletakkan aku di sini
saat bunga kembang menyemerbak bau sayang
ibu menunjuk ke langit, kemundian ke bumi
aku mengangguk meskipun kurang mengerti
bila kasihmu ibarat samudera
sempit lautan teduh
tempatku mandi, mencuci lumut pada diri
tempatku berlayar, menebar pukat dan melempar sauh
lokan-lokan, mutiara dan kembang laut semua bagiku
kalau aku ikut ujian lalu ditanya tentang pahlawan
namamu, ibu, yang kan kusebut paling dahulu
lantaran aku tahu
engkau ibu dan aku anakmu
bila aku berlayar lalu datang angin sakal
Tuhan yang ibu tunjukkan telah kukenal
ibulah itu bidadari yang berselendang bianglala
sesekali datang padaku
menyuruhku menulis langit biru
dengan sajakku.
kuperam
sukmaku
kuperam sukmaku di ketiak karang
kusemai benihmu dalam lambai dan salam
cambuk ombak melecut hari.
lahirlah sapi yang menanduk kebosanan
kutemukan keloneng benang
dalam sunyiku
menganga liang : ombak panas
arusmu terbakar di lautan jingga
kujilat nanah di luka korban
kauletakkan krakatau ke dalam diriku
Ialu kubuat peta bumi yang baru
dengan pisaumu
kusemai benihmu dalam lambai dan salam
cambuk ombak melecut hari.
lahirlah sapi yang menanduk kebosanan
kutemukan keloneng benang
dalam sunyiku
menganga liang : ombak panas
arusmu terbakar di lautan jingga
kujilat nanah di luka korban
kauletakkan krakatau ke dalam diriku
Ialu kubuat peta bumi yang baru
dengan pisaumu
MADURA AKULAH DARAHMU
di atasmu, bongkahan batu yang bisu
tidur merangkum nyala dan tumbuh berbunga doa
biar berguling diatas duri hati tak kan luka
meski mengeram di dalam nyeri cinta tak kan layu
dari aku
anak sulung yang sekaligus anak bungsumu
kini kembali ke dalam rahimmu, dan tahulah
bahwa aku sapi karapan
yang lahir dari senyum dan airmatamu
seusap debu hinggaplah, setetes embun hinggaplah,
sebasah madu hinggaplah
menanggung biru langit moyangku, menanggung karat
emas semesta, menanggung parau sekarat tujuh benua
si sini
perkenankan aku berseru:
-madura, engkaulah tangisku
bila musim labuh hujan tak turun
kubasahi kau dengan denyutku
bila dadamu kerontang
kubajak kau dengan tanduk logamku
di atas bukit garam
kunyalakan otakku
lantaran aku adalah sapi karapan
yang menetas dari senyum dan airmatamu
aku lari mengejar ombak aku terbang memeluk bulan
dan memetik bintang-gemintang
di ranting-ranting roh nenekmoyangku
di ubun langit kuucapkan sumpah
-madura, akulah darahmu.
di atasmu, bongkahan batu yang bisu
tidur merangkum nyala dan tumbuh berbunga doa
biar berguling diatas duri hati tak kan luka
meski mengeram di dalam nyeri cinta tak kan layu
dari aku
anak sulung yang sekaligus anak bungsumu
kini kembali ke dalam rahimmu, dan tahulah
bahwa aku sapi karapan
yang lahir dari senyum dan airmatamu
seusap debu hinggaplah, setetes embun hinggaplah,
sebasah madu hinggaplah
menanggung biru langit moyangku, menanggung karat
emas semesta, menanggung parau sekarat tujuh benua
si sini
perkenankan aku berseru:
-madura, engkaulah tangisku
bila musim labuh hujan tak turun
kubasahi kau dengan denyutku
bila dadamu kerontang
kubajak kau dengan tanduk logamku
di atas bukit garam
kunyalakan otakku
lantaran aku adalah sapi karapan
yang menetas dari senyum dan airmatamu
aku lari mengejar ombak aku terbang memeluk bulan
dan memetik bintang-gemintang
di ranting-ranting roh nenekmoyangku
di ubun langit kuucapkan sumpah
-madura, akulah darahmu.
SUNGAI KECIL
sungai kecil, sungai kecil! di manakah engkau telah kulihat?
antara cirebon dan purwakarta atau hanya dalam mimpi?
di atasmu batu-batu kecil sekeras rinduku dan di tepimu daun-
daun bergoyang menaburkan sesuatu yang kuminta dalam
doaku
sungai kecil, sungai kecil terangkanlah kepadaku, di manakah
negeri asalmu?
di atasmu akan kupasang jembatan bambu agar para petani
mudah melintasimu danb akan kubersihkan lubukmu agar
para perampok yang mandi merasakan juga sejuk airmu
sungai kecil, sungai kecil! mengalirlah terus ke rongga jantungku
dan kalau kau payah, istirahatlah ke dalam tidurku! Kau yang
jelita kutembangkan buat kekasihku.
1980
sungai kecil, sungai kecil! di manakah engkau telah kulihat?
antara cirebon dan purwakarta atau hanya dalam mimpi?
di atasmu batu-batu kecil sekeras rinduku dan di tepimu daun-
daun bergoyang menaburkan sesuatu yang kuminta dalam
doaku
sungai kecil, sungai kecil terangkanlah kepadaku, di manakah
negeri asalmu?
di atasmu akan kupasang jembatan bambu agar para petani
mudah melintasimu danb akan kubersihkan lubukmu agar
para perampok yang mandi merasakan juga sejuk airmu
sungai kecil, sungai kecil! mengalirlah terus ke rongga jantungku
dan kalau kau payah, istirahatlah ke dalam tidurku! Kau yang
jelita kutembangkan buat kekasihku.
1980
Teluk
Kaubakar gema di jantung waktu
Bibir pantai yang letih nyanyi
Sembuh oleh laut yang berloncatan
Memburu takdirmu yang menderu
Dan teluk ini
Yang tak berpenghuni kecuali gundah dan lampu
Memberangkatkan dahaga berlayar
Berkendara seribu pencalang
Ke arah airmata menjelma harimau
Pohon-pohon nyiur pun yakin
Janjimu akan tersemai
Dan di barat piramid jiwa
Berkat lambaian akan tegak mahligai senja
Senyum pun kekal dalamnya
Kaubakar gema di jantung waktu
Bibir pantai yang letih nyanyi
Sembuh oleh laut yang berloncatan
Memburu takdirmu yang menderu
Dan teluk ini
Yang tak berpenghuni kecuali gundah dan lampu
Memberangkatkan dahaga berlayar
Berkendara seribu pencalang
Ke arah airmata menjelma harimau
Pohon-pohon nyiur pun yakin
Janjimu akan tersemai
Dan di barat piramid jiwa
Berkat lambaian akan tegak mahligai senja
Senyum pun kekal dalamnya
Hanya Seutas Pamor Badik
Dalam tubuhku kau nyalakan dahaga hijau
Darah terbakar nyaris ke nyawa
Kucari hutan
Sambil berdayung di hati malam
Bintang-bintang mengantuk
Menunggu giliran matahari
Ketika kau tegak merintis pagi
Selaku musafir kucoba mengerti:
Ternyata aku bukan pengembara
Kata-kata dan peristiwa
Telah lebur pada makna
Dalam aroma rimba dan waktu
Hanya seutas pamor badik, tapi
Tak kunjung selesai dilayari
Dalam tubuhku kau nyalakan dahaga hijau
Darah terbakar nyaris ke nyawa
Kucari hutan
Sambil berdayung di hati malam
Bintang-bintang mengantuk
Menunggu giliran matahari
Ketika kau tegak merintis pagi
Selaku musafir kucoba mengerti:
Ternyata aku bukan pengembara
Kata-kata dan peristiwa
Telah lebur pada makna
Dalam aroma rimba dan waktu
Hanya seutas pamor badik, tapi
Tak kunjung selesai dilayari
Sebuah Istana
Tepi jalan antara sorga dan neraka
Kumasuki sebuah istana
Tempat sejarah diperam
Menjadi darah dan gelombang
Lewat jendela sebelah kiri
Kulihat matahari menjulurkan lidah
Seperti anjing lapar
Aku makin tak’ ngerti
Mengapa orang-orang memukul-mukul perutnya
Jauh di batas gaib dan nyata
Kabut harimau menyembah cahaya
Kutarik napas dalam-dalam
Dan kupejamkan mata
Alangkah kecil dunia!
Bagikan
Tepi jalan antara sorga dan neraka
Kumasuki sebuah istana
Tempat sejarah diperam
Menjadi darah dan gelombang
Lewat jendela sebelah kiri
Kulihat matahari menjulurkan lidah
Seperti anjing lapar
Aku makin tak’ ngerti
Mengapa orang-orang memukul-mukul perutnya
Jauh di batas gaib dan nyata
Kabut harimau menyembah cahaya
Kutarik napas dalam-dalam
Dan kupejamkan mata
Alangkah kecil dunia!
apa bisa diposting puisi beliau yang berjudul lidah berdzikirlah? soalnay sangat sulit sekali saya mencarinya. syukron,
BalasHapusMaaf Mas Asrofi, saya belum bisa memposting puisi yang anda maksud, masih berusaha nyari juga. Trims tlah mampir...
BalasHapusterima kasih untuk semua kami telah memposting puisi kami..... sukron jaza kumullah hu khoiron.
BalasHapuspuisi tersebut kalau tidak salah ada di koran jawa pos tahun 2004 kalau tidak 2003. puisi yang sangat menggetarkan jiwa, sayang sampai sekarang belum menemukan juga.
BalasHapusPenggunaan kata-katanya sederhana namun sangat mengena. Suka gayanya. Sehat selalu :)
BalasHapus