Selasa, 26 Juni 2012

Cerita Keliling Madura


                Sial benar kejadian kemarin, perjalanan tour keliling Madura bersama teman-teman guru dan TU SMP Negeri 1 Kamal tidak bisa diabadikan karena kamera yang dengan pd-nya dibawa ternyata baterainya kelupaan belum dilepas dari tempat charger-nya, dan masih ada di rumah. Baru tersadar setelah dalam perjalanan.
                Handphone istriku yang ada kameranya (2 MP) ternyata baterainya hampir drop karena kelupaan tidak di-charge, oh sial banget. Hp-ku sendiri Hp jadul, yang kameranya hanya kamera VGA, yang kalau dibuat motret hasilnya kasar banget, dan bila diperbesar jadi pecah.
                Momen-momen cantik di pantai Lombang Sumenep luput dari dokumentasi, ah sekali lagi sayang banget. Untunglah, saya bisa numpang tiga kali jempretan menggunakan kamera teman saya, pak Yusuf. Tetap saja kecewa karena hanya momen foto bertiga dengan istri, anak bungsu saya (Sita), dalam tiga pose yang bisa diabadikan. Itupun hasilnya belum bisa diaploud bersama postingan tulisan ini karena belum sempat ngopy dari pak Yusuf. Terpaksa untuk melengkapi tulisan ini akhirnya saya insert gambar hasil copas di Google.
                Walau dengan perjalanan yang melelahkan, pantai Lombang Sumenep mampu membayar kelelahan itu. Saya dibuat berdecak kagum akan keindahan pantai Lombang. Sebagai putra asli Madura, saya malu mengakui kalau baru pertama kali menginjakkan kaki di pantai indah itu. Justru saya lebih dahulu tahu pantai Kuta, Bali. Dan, rasanya pantai Lombang tidak kalah keindahannya dengan pantai Kuta. Pasirnya yang putih dan airnya yang jernih, membuat nyaman berlama-lama di pantai Lombang. Pantai ini memerlukan lebih banyak promosi agar lebih banyak lagi wisatawan datang ke pantai Lombang. Ciri khas pagar cemara udang sepanjang tepi pantai membuat pantai ini benar-benar unik.
                Setelah makan malam di rumahnya Bu Alfi, teman guru yang asli Sumenep, rombangan meluncur menuju Kamal. Sekitar jam 12 malam rombongan nyampe di Kamal dengan selamat, Alhamdulillah.
Pantai Lombang, Sumenep Madura
Bagikan

Selasa, 15 Mei 2012

Puisi- Puisi D. Zawawi Imron


Zikir
Alif, alif, alif,!
Alifmu pedang di tanganku
Susuk di dagingku, kompas di hatiku
Alifmu tegak jadi cagak, meliut jadi belut
Hilang jadi angan, tinggal bekas menetaskan
Terang
Hingga aku
Berkesiur
Pada
Angin kecil
Takdir-Mu

Hompimpah hidupku, hompimpah matiku
Hompimpah nasibku, hompimpah, hompimpah
Hompimpah!
Kugali hatiku dengan linggis alifmu
Hingga lahir mataair, jadi sumur, jadi sungai,
Jadi laut, jadi samudra dengan sejuta gelombang
Mengerang menyebut alifmu
Alif, alif, alif!

Alifmu yg Satu
Tegak dimana-mana

Langkah

Merah bekas bibirmu yang melekat di pipiku sudah kusabun,
tapi aku
masih curiga, warna itu menjadi garis di cakrawala di mana pohon
pohon yang kutanam menjelma hantu.
Akhirnya aku pergi ke Lautan Teduh untuk bersuci, tapi air laut
menjadi
kering seketika, sehingga seekor cumi-cumi marah padaku,
melilitku
dengan belalainya lalu menelanku.
Dalam perut cumi-cumi itu masih kudengar suara ibu
menyuruhku

menyusu pada bisul di pantat nelayan primitif yang ditelan cumi-cumi
itu sepuluh ribu tahun lalu.
Nanah yang kukecup gurih dan harum, menyalangkan
pandangku ke
pulau-pulau yang dalam peta tak pernah ketemu.
1978

DOA

Bila kau tampakkan secercah cahaya di senyap malam
rusuh dan gemuruh mengharu biru seluruh tubuh
membangkitkan gelombang lautan rindu
menggebu menyala
dan lagu-Mu yang gemuruh
menyangkarku dalam garden-Mu
biarkan aku menari dalam lagu-Mu
gila lestari melimbang badan
ah, hatiku tertindas gatal dan pedih
meski nikmat semakin erat memelukku
aku meronta dalam kutuk-Mu
duhai, naung kasih-Mu melambai tangan
sekali lagi kau kilatkan cahaya di tengah malam
aku silau, hanya tangan yang menggerapai
golang golek tubuhku dalam yakin
ah, kegilaan begitu mesra
tangis bahagia yang bersimbah di raut jiwa
menggermang nyala bulu-bulu seluruh tubuh
                                              terbisik di hati puji syukur memanjat rindu
                                                                           1965

Sajak Gamang

Dibiarkannya orang-orang merangkak
selarat kerbau menarik bajak
dibiarkannya cacing yang tak punya kuasa
kalau anak-anak menyanyi tentang daun-daun hijau
bagus, karena bapaknya parau bagai harimau
musik dan gamelan kadang bikin gamang
sungai dan hutan jangan diurus kancil atau siamang

IBU
kalau aku merantau lalu datang musim kemarau
sumur-sumur kering, daunan pun gugur bersama reranting
hanya mataair airmatamu ibu, yang tetap lancar mengalir
bila aku merantau
sedap kopyor susumu dan ronta kenakalanku

di hati ada mayang siwalan memutikkan sari-sari kerinduan
lantaran hutangku padamu tak kuasa kubayar
ibu adalah gua pertapaanku
dan ibulah yang meletakkan aku di sini
saat bunga kembang menyemerbak bau sayang
ibu menunjuk ke langit, kemundian ke bumi
aku mengangguk meskipun kurang mengerti
bila kasihmu ibarat samudera
sempit lautan teduh
tempatku mandi, mencuci lumut pada diri
tempatku berlayar, menebar pukat dan melempar sauh
lokan-lokan, mutiara dan kembang laut semua bagiku
kalau aku ikut ujian lalu ditanya tentang pahlawan
namamu, ibu, yang kan kusebut paling dahulu
lantaran aku tahu
engkau ibu dan aku anakmu
bila aku berlayar lalu datang angin sakal
Tuhan yang ibu tunjukkan telah kukenal
ibulah itu bidadari yang berselendang bianglala
sesekali datang padaku
menyuruhku menulis langit biru
dengan sajakku.
kuperam sukmaku
kuperam sukmaku di ketiak karang
kusemai benihmu dalam lambai dan salam
cambuk ombak melecut hari.
lahirlah sapi yang menanduk kebosanan

kutemukan keloneng benang
dalam sunyiku

menganga liang : ombak panas
arusmu terbakar di lautan jingga

kujilat nanah di luka korban
kauletakkan krakatau ke dalam diriku
Ialu kubuat peta bumi yang baru
dengan pisaumu

MADURA AKULAH DARAHMU

di atasmu, bongkahan batu yang bisu
tidur merangkum nyala dan tumbuh berbunga doa
biar berguling diatas duri hati tak kan luka
meski mengeram di dalam nyeri cinta tak kan layu
dari aku
anak sulung yang sekaligus anak bungsumu
kini kembali ke dalam rahimmu, dan tahulah
bahwa aku sapi karapan
yang lahir dari senyum dan airmatamu

seusap debu hinggaplah, setetes embun hinggaplah,
sebasah madu hinggaplah
menanggung biru langit moyangku, menanggung karat
emas semesta, menanggung parau sekarat tujuh benua

si sini
perkenankan aku berseru:
-madura, engkaulah tangisku

bila musim labuh hujan tak turun
kubasahi kau dengan denyutku
bila dadamu kerontang
kubajak kau dengan tanduk logamku
di atas bukit garam
kunyalakan otakku
lantaran aku adalah sapi karapan
yang menetas dari senyum dan airmatamu

aku lari mengejar ombak aku terbang memeluk bulan
dan memetik bintang-gemintang
di ranting-ranting roh nenekmoyangku
di ubun langit kuucapkan sumpah
-madura, akulah darahmu.

SUNGAI KECIL
sungai kecil, sungai kecil! di manakah engkau telah kulihat?
antara cirebon dan purwakarta atau hanya dalam mimpi?
di atasmu batu-batu kecil sekeras rinduku dan di tepimu daun-
daun bergoyang menaburkan sesuatu yang kuminta dalam
doaku
sungai kecil, sungai kecil terangkanlah kepadaku, di manakah
negeri asalmu?
di atasmu akan kupasang jembatan bambu agar para petani
mudah melintasimu danb akan kubersihkan lubukmu agar
para perampok yang mandi merasakan juga sejuk airmu
sungai kecil, sungai kecil! mengalirlah terus ke rongga jantungku
dan kalau kau payah, istirahatlah ke dalam tidurku! Kau yang
jelita kutembangkan buat kekasihku.
1980

Teluk
Kaubakar gema di jantung waktu
Bibir pantai yang letih nyanyi
Sembuh oleh laut yang berloncatan
Memburu takdirmu yang menderu
Dan teluk ini
Yang tak berpenghuni kecuali gundah dan lampu
Memberangkatkan dahaga berlayar
Berkendara seribu pencalang
Ke arah airmata menjelma harimau
Pohon-pohon nyiur pun yakin
Janjimu akan tersemai
Dan di barat piramid jiwa
Berkat lambaian akan tegak mahligai senja
Senyum pun kekal dalamnya

Hanya Seutas Pamor Badik
Dalam tubuhku kau nyalakan dahaga hijau
Darah terbakar nyaris ke nyawa
Kucari hutan
Sambil berdayung di hati malam
Bintang-bintang mengantuk
Menunggu giliran matahari
Ketika kau tegak merintis pagi
Selaku musafir kucoba mengerti:
Ternyata aku bukan pengembara
Kata-kata dan peristiwa
Telah lebur pada makna
Dalam aroma rimba dan waktu
Hanya seutas pamor badik, tapi
Tak kunjung selesai dilayari

Sebuah Istana
Tepi jalan antara sorga dan neraka
Kumasuki sebuah istana
Tempat sejarah diperam
Menjadi darah dan gelombang
Lewat jendela sebelah kiri
Kulihat matahari menjulurkan lidah
Seperti anjing lapar
Aku makin tak’ ngerti
Mengapa orang-orang memukul-mukul perutnya
Jauh di batas gaib dan nyata
Kabut harimau menyembah cahaya
Kutarik napas dalam-dalam
Dan kupejamkan mata
Alangkah kecil dunia!
Bagikan

Sabtu, 12 Mei 2012

Permainan Anak Madura

 
Tadi pagi saat menyaksikan televisi yang menayangkan permainan anak Jawa, saya jadi teringat masa kecil. Saat permainan bernuansa elektronik masih jarang dijumpai, permainan anak yang mengandalkan fisik jadi idola anak saat masa kecil saya. Saat anak-anak sebaya saya belum mengenal play station (PS), game on online, dan sebangsanya, hari-hari luang kami habiskan dengan bermain.

Aneka permainan anak, kami mainkan secara bergantian sampai bosan. Ada permainan benteng, slodor, tanjan, cape', boi, rem erreman, cang leh, dekoh, rem tabeng, pentheng, dan ada beberapa permainan yang lain yang saya lupa namanya. Mungkin diantara beberapa permainan tadi masih dimainkan oleh anak-anak Madura, khususnya di Bangkalan. Tapi, bagi anak-anak Madura yang tinggal di pemukiman yang padat dan ruang bermain semakin sempit, kemungkinan permainan itu sudah tidak dikenal lagi oleh anak-anak sekarang.

Saya tidak tahu, apakah ada pemerhati budaya yang dengan tekun menginvetarisir berbagai permainan anak Madura sebagai kekayaan budaya bangsa. Karena jika tidak ada yang perduli akan itu, maka bisa dipastikan permainan anak tersebut akan punah ditelan waktu.

Permainan anak jaman dahulu, yang kental dengan gerak fisik, harus terus dilestarikan. Hal ini bertujuan untuk mengimbangi permainan anak modern yang cenderung minim kegiatan fisik dan lebih dominan bersifat individual. Penumbuhan jiwa kerjasama secara kolektif menjadi ciri khas pemainan-permainan anak jaman dahulu.

Perkembangan teknologi memang tidak bisa dihindari, demikian juga dengan tumbuhnya jenis permainan anak masa kini yang lebih didominasi oleh rekayasa teknologi. Permainan anak jaman sekarang lebih banyak yang mempermainkan imajinasi anak ketimbang menggerakkan fisik anak. Misalnya, anak berimajinasi sedang bermain bola dalam permainan PS, atau anak berimajinasi berperang dalam permainan game online Point Blank.

Saya khawatir, dominannya jenis permainan yang bernuansa teknologi pada permainan anak jaman sekarang akan mencetak anak-anak masa depan yang lebih suka berimajinasi dan jiwa sosialnya tidak tumbuh. Madura pasca peresmian jembatan Suramadu akan terus tumbuh menjadi kawasan industri baru. Pola hidup masyarakat Madura pun akan bergeser ke pola masyarakat industri. Pada masyarakat yang berpola pada masyarakat industri, sesuatu yang bernuansa tradisional akan semakin ditinggalkan. Demikian juga pada pola permainan anak Madura, akan cenderung bergeser ke jenis permaian yang berbau "iptek", seperti game online, PS, dan permainan sejenis.

Akhirnya, ketika perubahan jaman menjadi suatu keniscayaan, maka tugas kita adalah menjaga akar-akar budaya agar terus lestari. Memberikan ruang terbuka yang lebih banyak kepada anak-anak, khususnya di daerah perkotaan di Madura adalah sebagian usaha terus melestarikan permainan anak tradisional.
Bagikan

Sabtu, 05 Mei 2012

DAFTAR NOMINATIF TENAGA HONORER KATEGORI I KAB. BANGKALAN, SUMENEP, PAMEKASAN, DAN SAMPANG

 Yang membutuhkan daftar tenaga honorer kategori I (K I) Kab. Bangkalan, Sumenep, Pamekasan, dan Sampang silahkan klik di bawah ini :
http://www.ziddu.com/download/19314084/Pemerintah_Kab._Bangkalan.pdf.html
http://www.ziddu.com/download/19314138/Pemerintah_Kab_Sumenep.pdf.html
http://www.ziddu.com/download/19314167/Pemerintah_Kab_Pamekasan.pdf.html
http://www.ziddu.com/download/19314192/Pemerintah_Kab_Sampang.pdf.html Bagikan