Rabu, 28 Agustus 2019

Silabus Mata Pelajaran Bahasa Madura Kelas SMP IX Kurikulum 2013

Silabus bisa dilihat pada tautan disini
Bagikan

Minggu, 11 Januari 2015

Otho' Artha'

Otho' artha' talena pagher, akenthok santhak taena gheggher
Rengngek regguh kong rokong, reng bhinek gu lagguh kong nengkong
Pa'ak patel beddhung calok, .......... (?) Bagikan

Sabtu, 20 Desember 2014

Rumah Makan dan Penginapan di Bangkalan

RUMAH MAKAN
  • Rumah Makan Sri Rejeki-  Jl. KH. Moh Yasin
  • Rumah Makan Ramayana- Jl. Soekarno Hatta
  • Rumah Makan Soto Madura-Jl. Teuku Umar (Pasar Senenan)
  • Rumah Makan Nya Sennam- Jl. Pemuda Kaffa
  • Rumah Makan Amboina- Jl. Sultan Abdul Kadirun (Sebelah Masjid Agung Bangkalan)
  • Rumah Makan Nya Le Tek- Jl. Jaksa Agung Suprapto
  • Rumah Makan Sea Food Matus- Ujung Piring
  • Nasi Serpang- Jl. Ki. Lemah Duwur
  • Rumah Makan Sea Food Ole Olang- Jl. Raya Ketengan Burneh
  • Rumah Makan Tera' Bulan- Jl. Raya Ketengan Burneh
  • Rumah Makan Bebek Sinjay- Jl. Raya Ketengan Burneh
  • Warung " Gang Amboina ", Jl. KH Moch Kholil Gang IX-A / 97 Bangkalan - Madura.
 PENGINAPAN
  • Hotel Ningrat- Jl. KH. Moh Kholil
  • Wisma PKPN- Jl. Panglima Sudirman
Bagikan

Senin, 12 Mei 2014

Nama Anggota DPRD Kabupaten Bangkalan Tahun 2014-2019

KPUD Kabupaten telah melakukan penetapan perolehan kursi DPRD Bangkalan. Perolehan kursi ke 50 anggota yang ditetapkan dalam Rapat Pleno Terbuka itu, terdiri dari 11 partai politik peserta pemilu Legislatif (Pileg) partai Gerindra memperoleh 10 kursi, disusul PDI-Perjuangan 7 kursi, PPP 6 kursi, Demokrat 6 kursi, PKB 5 kursi, PAN 4 kursi, Hanura 4 kursi, PKS 3 kursi Nasdem 1 kursi dan PKPI 1 kursi.
Inilah naman-nama anggota DPRD Bankalan yang telah ditetapkan KPUD Bangkalan :
Dapi 1 (Bangkalan, Arosbaya Socah)
1. Drs H Moh Jamhuri. (PKB)
2. Jauhari SE. (PDI-P)
3. Rokib SE. (PDI-P)
4. RKH Fuad Amin. (Gerindra)
5. Abd Dofir. (Gerindra)
6. Moh Holifi Spd. (Gerindra)
7. Fadhur Rosi. (Demokrat)
8. HM Sudarmo. (PAN)
9. Mahmudi. (Hanura)
Dapil 2 (Geger,Klampis,Sepulu)
1. Bir Aly. (Nasdem)
2. Ach Hariyanto S.sos. (PKB)
3. Fatkurrahman. (PDI-P)
4. Suyitno SE. (PDI-P)
5. Mat Djuri. (Golkar)
6. Muhammad Sahri. (Gerindra)
7. Asis S.IP. (Demokrat)
8. Solihin SE. (PAN)
9. Drs Hosyan SH. (PPP)
Dapil 3 (Kokop,Konang,Tanjung Bumi) 1. Mujiburrahman, SH. (PKS)
2.M Husni Syakur. (PDI-P)
3.Efendi. (Gerindra)
4.Agus Kurniawan. (Demokrat)
5.Muhlas. (PAN)
6.Mas’udi S.Pdi. (PPP)
7.M Sahrum Dahriyadi. (Hanura)
8. Sofiullah Syarip. (PKPI)
Dapil 4 (Blega,Galis,Modung)
1. Drs HM Muhajir (PKB)
2. H Musawir SH. (PKS)
3. Agus Salim Pranoto SH (PDI-P)
4. Mathari (Golkar)
5. Kasmu SH. (Gerindra)
6. H Muslech. (Gerindra)
7. H.Abdurrahman SH. (Demokrat)
8. Nur Hasan SPdi. (PPP)
9. H Fathorrachman. (Hanura)
Dapil 5 (Burneh,Tanah Merah)
1.H Mohmmad Hidayat. (PKB)
2.Muhlis S.sos. (PKS)
3.KH Mukaffi SH M.SI. (Golkar)
4.Fathur Rosi,SE. (Gerindra)
5.Syamsul Arifin. (Gerindra)
6.H Husni. (Demokrat)
7.Abdullah. (PPP)
Dapil 6 (Kamal,Labang,Kwanyar,Tragah)
1.Hotib Marzuki SE. (PKB)
2.Mukaffi. (PDI-P)
3.Imron Royadi SE. (Gerindra)
4.Abdul Rohman S.Ag. (Demokrat)
5.Abd Rahman. (PAN)
6.R Latif Amin Imron. (PPP)
7.M Subhan Aziz. (PPP)
8.Holilih. (Hanura)
Sumber: http://www.maduracorner.com Bagikan

Kamis, 30 Januari 2014

Mata Najwa: HATI-HATI BUPATI part 3

Bagikan

Jumat, 20 Desember 2013

Undangan Bahasa Madura


Bagikan

Rabu, 11 Desember 2013

Raja Madura yang Jadi Inspirasi Perjuangan Mandela

ASTABRATA – Siapa yang tidak mengenal Nelson Madela? Mantan presiden Afrika Selaran periode 1994 hingga 1999 ini dikenal sebagai tokoh anti apartheid di negerinya. Untuk memperjuangkan hak-hak bangsa kulit hitam di negerinya, dia bahkan rela dipenjara selama 29 tahun oleh rejim apartheid.
Sehingga tidak heran kabar wafatnya Nelson Mandela pada 5 Desember 2013 lalu menjadi kabar duka, bukan hanya bagi rakyat Afrika Selatan, melainkan juga seluruh masyarakat dunia. Perjuangan tak kenal lelah memegang teguh prinsipnya menjadi inspirasi bagi banyak pihak.
Namun siapa nyana jika perjuangan tak kenal lelah Mandela salah satunya karena terinsipirasi perjuangan raja ternama asal Madura. Bagaimana kisahnya? Kisah ini didapat mantan menteri hukum dan HAM RI, Yusril Ihza Mahendra saat mengunjungi pulau Robin, tempat di mana Mandela dipenjara oleh rejim apartheid.
“Ketika saya mendarat di pulau Robin, persis di depan gerbang penjara ada sebuah kuburan yang dikeramatkan oleh kaum Muslimin di sana. Seorang jemaah bertanya pada saya apakah saya orang Indonesia. Saya jawab, “Ya!” tulis Yusril di akun twitternya.
“Orang itu pun bercerita ketika Mandela dibebaskan dari penjara, dia mengunjungi makam keramat ini. Mandela kemudian berkata: ‘Apalah artinya saya dipenjara selama 29 tahun di pulau ini, dibandingkan orang ini,’ kata Mandela sambil menunjuk ke makam keramat itu.”
“Saya tidak tahu dari mana asalnya. Tapi tampaknya dia seorang pejuang yang begitu dihormati di negerinya. Orang ini dipenjarakan penjajah hingga dia mati di pulau ini. Dia tak pernah pulang ke negerinya,” kata sang jemaah menirukan perkataan Mandela saat itu.
Mendengar cerita itu, Yusril tertegun dan masuk ke makam keramat itu. Di dinding makam ada tulisan berbahasa Inggris yang berbunyi: “the grave of Shaikh Mathura, the first man who reading the Holy Qur’an in South Africa.”
Dari beberapa literatur yang ada di Capetown, diketahui jika makam keramat tersebut merupakan makam Shaikh Mathura (Madura) atau yang lebih dikenal dengan nama Pangeran Cakraningrat IV asal Madura.
Mengenal Sosok Shaikh Mathura atau Cakraningrat IV
Pangeran Cakraningrat IV merupakan raja Madura Barat yang bertahta dari tahun 1718 hingga 1746 Masehi. Cakraningrat berseteru dengan penjajah Belanda di bawah bendera dagang VOC karena menolak memberikan upeti.
VOC coba melakukan perundingan dengan Ckraningrat IV pada Juli 1744. Tapi permintaan VOC ditolak Cakraningrat IV. Akhirnya pada Februari 1745 VOC menyatakan Cakraningrat telah melakukan pemberontakan tehadap kekuasaan VOC di timur pulau Jawa.
Pasukan Cakraningrat IV sempat membuat kewalahan pasukan VOC yang menguasai Madura Timur. Tapi pasukan VOC tidak mampu menghalau serangan lanjutan dari VOC yang membuat Cakraningrat IV dan para pengawal kepercayaannya kabur ke Banjarmasin.
Sayang pelarian Cakraningrat IV di pulau Kalimantan berakhir. Karena ada pengkhianatan dari raja setempat yang menyerahkannya ke VOC. Setelah sempat dipenjara di Batavia (Jakarta saat ini), pada tahun 1746 Cakraningrat IV kemudian diasingkan dengan dibuang ke Tanjung Harapan di Afrika Selatan. Hingga akhirnya menghembuskan nafas terakhir.
Sumber: http://astabrata.com/
Bagikan

Kamis, 28 November 2013

Mengenal Suku Madura


Suku Madura
Jumlah populasi
7.179.356 (sensus 2010)
Kawasan dengan populasi yang signifikan
Jawa Timur: 6.520.403.
Kalimantan Barat: 274.869.
DKI Jakarta: 79.925.
Kalimantan Selatan: 53.002.
Kalimantan Timur: 46.823.
Kalimantan Tengah: 42.668
Bali: 29.864.
Bangka Belitung: 15.429.
Jawa Tengah: 12.920.
Sebagian besar Islam dan sebuah minoritas kecil ada yang beragama Kristen.
Kelompok etnik terdekat







Sejarah
Suku Madura merupakan etnis dengan populasi besar di Indonesia, jumlahnya sekitar 7 juta jiwa. Mereka berasal dari Pulau Madura dan pulau-pulau sekitarnya, seperti Gili Raja, Sapudi, Raas, dan Kangean. Selain itu, orang Madura tinggal di bagian timur Jawa Timur biasa disebut wilayah Tapal Kuda, dari Pasuruan sampai utara Banyuwangi. Orang Madura yang berada di Situbondo dan Bondowoso, serta timur Probolinggo, Jember, jumlahnya paling banyak dan jarang yang bisa berbahasa Jawa, juga termasuk Surabaya Utara, serta sebagian Malang. ada jugak yang meneap di Bawean, di negeri jiran Malaysia misalnya juga ada, bahkan mereka ada yang menjadi penduduk tetap (sudah dapat AiC/ surat tinggal selamanya.
Sebaran Tinggal
Di samping suku Jawa dan Sunda, orang Madura juga banyak yang bertransmigrasi ke wilayah lain terutama ke Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah, serta ke Jakarta, Tangerang, Depok, Bogor, Bekasi, dan sekitarnya, juga Negara Timur Tengah khususnya Saudi Arabia. Beberapa kota di Kalimantan seperti Sampit dan Sambas, pernah terjadi kerusuhan etnis yang melibatkan orang Madura disebabkan oleh kesenjangan sosial, namun sekarang kesenjangan itu sudah mereda dan etnis Madura dan penduduk setempat sudah rukun kembali. Orang Madura pada dasarnya adalah orang yang mempunyai etos kerja yang tinggi, suka merantau karena keadaan wilayahnya yang tidak baik untuk bertani. Orang perantauan asal Madura umumnya berprofesi sebagai pedagang, misalnya: berjual-beli besi tua, pedagang asongan, dan pedagang pasar. Namun, tidak sedikit pula di antara mereka yang menjadi tokoh nasional seperti ketua MK Mahfud Md, Wardiman Djojonegoro (mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan 1993-1998 di bawah pemerintahan Presiden Soeharto), R. Hartono adalah seorang mantan jenderal dengan pangkat tertinggi di TNI Angkatan Darat yaitu jenderal bintang empat dengan jabatan tertinggi pula sebagai Kepala Staf TNI Angkatan Darat. Beliau merupakan satu-satunya perwira tinggi dari korps Kavaleri yang mendapatkan pangkat jenderal penuh (bintang empat). Selain itu banyak juga terdapat tokoh pejuang kemerdekaan yang layak menjadi Pahlawan nasional Indonesia Seperti: Trunojoyo yang telah memberikan perlawanan terhadap Kolonial Belanda (VOC tahun 1677). Kiyai Taman adalah seorang pejuang Islam yang gigih menentang Belanda pada tahun 1919. Kiai Djauhari membuka cabang Hizbullah di Prenduan. Didirikan pada tahun 1944, Hizbullah adalah organisasi militer pemuda Majelis Muslimin Indonesia (Masjumi), organisasi yang berpengaruh secara nasional kala itu.
Agama dan Kepercayaan
Mayoritas masyarakat suku Madura adalah penganut Islam. Islam Madura adalah islam yang dikenal cukup aneh karena menganggap semua yang ada di dunia ini adalah milik Tuhan. contoh, mereka tidak mau bayar sewa tanah, bayar listrik, bayar air karena mereka menganggap itu adalah milik tuhan dan mereka bebas menggunakannya. Mereka juga kerap kali mencuri sesuatu karena asas "semua milik Tuhan" yang mereka percaya itu" Namun tidak semua suku Madura menganut kepercayaan tersebut. Kepercayaan di atas hanya dianut oleh segelintir suku Madura yang masih sangat awam. Sekarang Pondok Pesantren dan pendidikan Islam tumbuh subur di Madura. Sehingga, kepercayaan tersebut sudah ditinggalkan oleh suku Madura.
Bahasa
Suku Madura terkenal karena gaya bicaranya yang blak-blakan serta sifatnya yang temperamental dan mudah tersinggung, tetapi mereka juga dikenal hemat, disiplin, dan rajin bekerja. Untuk naik haji, orang Madura sekalipun miskin pasti menyisihkan sedikit penghasilannya untuk simpanan naik haji. Selain itu orang Madura dikenal mempunyai tradisi Islam yang kuat, sekalipun kadang melakukan ritual Pethik Laut atau Rokat Tasse (sama dengan larung sesaji).
Tulisan di atas hanya streotipe saja yang hanya dilakukan oleh segelintir orang. Suku Madura memiliki aturan dan tatakrama yang sangat kuat. Orang Madura sangat menghormati orang tua, guru, dan sebagainya. Apalagi Madura Timur (Pamekasan dan Sumenep)yang dikenal halus gaya bicaranya dan sangat sopan santun.
Karakter Sosial Budaya
Harga diri, juga paling penting dalam kehidupan orang Madura, mereka memiliki sebuah peribahasa lebbi bagus pote tollang, atembang pote mata. Artinya, lebih baik mati (putih tulang) daripada malu (putih mata). Sifat yang seperti ini melahirkan tradisi carok pada masyarakat Madura.
Ada perbedaan antara Madura Timur (Sumenep dan Pamekasan)dengan Madura Barat (Sampang dan Bangkalan). Orang Madura Timur dikenal lebih halus baik dari sikap, bahasa, dan tatakrama dari pada orang Madura Barat. Orang Madura Barat lebih banyak merantau dari pada Madura Timur. Hal ini, dikarenakan Madura Barat lebih gersang dari pada Madura Timur yang dikenal lebih subur
Sumber : Wikipedia

Bagikan

Asal-Usul Lamborghini Madura



Kecintaan Ferruccio Lamborghini pada banteng memang sudah bukan rahasia lagi. Malahan identitas dasar produk Lamborghini memang selalu pada seputar binatang tangguh ini. Kini Indonesia bisa berbangga hati karena salah satu nama pulau di negeri ini diputuskan menjadi nama salah satu produk Lamborghini yang rencananya baru akan dilepas tahun 2016 mendatang.

Ya, produk baru itu diberi nama Lamborghini Madura. Sepanjang sejarah Lamborghini, nama-nama produk pabrikan asal Italia ini memang selalu berada di seputar binatang favorit Ferruccio Lamborghini yang konon juga berbintang Taurus. Miura adalah nama jenis banteng Spanyol yang biasanya digunakan untuk acara bullfighting oleh para matador sementara Espada adalah bahasa Spanyol untuk pedang yang juga mengacu pada matador sendiri.

Tradisi itu berlanjut hingga Islero, Jarama, Urraco, Jalpa, Diablo, Murciélago, Gallardo, dan Reventón. Hanya ada dua nama dalam jajaran produk Lamborghini yang tidak mengikuti tradisi itu: Countach dan Silhouette. Dan alasan kenapa Madura diambil menjadi nama produk terbaru Lamborghini ini adalah jelas karena tradisi karapan sapinya.

Lamborghini Madura ini sebenarnya berawal dari sebuah proyek Lamborghini Raw Materials Project yang dipimpin oleh Prof. Dr. Othmar Wickenheiser. Idenya, mengajak para mahasiswa untuk ikut bergabung dalam perencanaan produk Lamborghini. Otak di balik desain Lamborghini Madura ini sendiri adalah seorang mahasiswa Munich University yang mengambil bidan studi ilmu terapan bernama Slavche Tanevsky. Memang Lamborghini Madura ini bukan murni karya Tanevsky sendiri karena para desainer Audi dan Lamborghini juga ikut andil dalam pembuatan desain mobil konsep ini.

Di awal produksinya, Lamborghini menganut konsep yang sama dengan produsen mobil Italia lain yang menerapkan desain minus sudut tajam. Di tahun 1968, konsep ini berubah dan sejak saat itu, produk Lamborghini selalu identik dengan garis dan sudut tajam yang membuatnya berbeda dari kebanyakan mobil dengan performa tinggi. Kalau Anda sempat menonton film THE DARK KNIGHT yang beredar di tahun 2008 lalu, Anda pasti masih ingat Lamborghini Murcielago yang dipakai kebut-kebutan oleh Christian Bale.

Dan kini, setelah menganut konsep desain dengan garis tajam selama bertahun-tahun, Lamborghini sepertinya akan kembali ke konsep awal pada Lamborghini Madura ini. Sekilas, Lamborghini Madura ini memang mengingatkan pada Reventón, produk terakhir Lamborghini meski Madura ini terlihat lebih kekar dan agresif terutama bila dilihat dari depan. Desain lampu depan dibuat tipis dan terlihat bahwa yang ingin ditonjolkan justru adalah dua lubang udara yang ada di bawahnya. Dari samping, desain Madura ini terlihat bersih dan hanya menonjolkan bagian roda saja. Bila bagian samping dan depan terlihat bersih maka bagian belakang justru terlihat lebih ‘rumit’ karena penuh dengan sudut tajam dan kisi-kisi mirip pada Murcielago LP 640.

Yang menarik, Lamborghini sepertinya juga mulai ikut peduli pada lingkungan karena kabarnya Lamborghini Madura ini akan menjadi mobil hybrid pertama Lamborghini. Sejauh ini memang belum ada detail jelas dari dapur pacu yang akan dipasang namun sepertinya mesin V12 berkapasitas 6,5 liter yang terpasang pada Reventón tak akan dipergunakan pada mobil hybrid ini. Yang jelas, Slavche Tanevsky memastikan kalau Lamborghini Madura tetap akan membawa DNA produk Lamborghini sebelumnya. Artinya, ramah lingkungan dan hemat bahan bakar namun tetap andal dipakai kebut-kebutan.

Sumber: http://andikajuland.blogspot.com








Bagikan

Mengenal Madurodam

Mendengar kata Madurodam lalu memunculkan pertanyaan: apa kaitannya istilah itu dengan Madura? Di Kamal Bangkalan, kata itu dipakai jadi nama toko. Ternyata kata "Madurodam", tidak ada kaitannya dengan Madura. Madurodam adalah sebuah kota miniatur yang terletak di Scheveningen, Den Haag, Belanda. Kota ini adalah model dari sebuah kota Belanda dalah skala 1:25, terdiri dari bangunan-bangunan khas Belanda dan landmarks seperti yang ditemukan di berbagai lokasi di negara tersebut. Tempat kunjungan wisata ini dibangun pada 1952 dan telah dikunjungi oleh puluhan juta orang sejak saat itu. Kota ini dinamai menurut George Maduro, seorang pelajar dari Curaçao yang meninggal di kamp konsentrasi Dachau pada 1945 dan orangtuanya menyumbangkan uang untuk memulai proyek Madurodam.
Pada 2 Juli 1952, putri Beatrix yang masih belia ditunjuk menjadi wali kota Madurodam, dan kemudian tur keliling kota itu. Ketika Beatrix menjadi ratu Belanda, ia turun jabatan. Saat ini wali kota Madurodam dipilih oleh sebuah lembaga pemuda di kota itu yang terdiri dari 25 siswa-siswi dari daerah tersebut.
Bagikan

Selasa, 19 November 2013

Asal Usul Kabupaten Bangkalan

Bangkalan berasal dari kata “bangkah” dan ”la’an” yang artinya “mati sudah”. Istilah ini diambil dari cerita legenda tewasnya pemberontak sakti Ki Lesap yang tewas di Madura Barat. Menurut beberapa sumber, disebutkan bahwa Raja Majapahit yaitu Brawijaya ke V telah masuk Islam (data kekunoan di Makam Putri Cempa di Trowulan, Mojokerto). Namun demikian siapa sebenarnya yang dianggap Brawijaya ke V ini ?. Didalam buku Madura en Zijin Vorstenhuis dimuat antara lain Stamboon van het Geslacht Tjakradiningrat.
Dari Stamboon tersebut tercatat bahwa Prabu Brawijaya ke V memerintah tahun 1468–1478. Dengan demikian, maka yang disebut dengan gelar Brawijaya ke V (Madura en Zijin Vorstenhuis hal 79) adalah Bhre Krtabhumi dan mempunyai 2 (dua) orang anak dari dua istri selir. Dari yang bernama Endang Sasmito Wati melahirkan Ario Damar dan dari istri yang bernama Ratu Dworo Wati atau dikenal dengan sebutan Putri Cina melahirkan Lembu Peteng. Selanjutnya Ario Damar (Adipati Palembang) mempunyai anak bernama Menak Senojo.
Menak Senojo tiba di Proppo Pamekasan dengan menaiki bulus putih dari Palembang kemudian meneruskan perjalannya ke Barat (Bangkalan). Saat dalam perjalanan di taman mandi Sara Sido di Sampang pada tengah malam Menak Senojo mendapati banyak bidadari mandi di taman itu, oleh Menak Senojo pakaian salah satu bidadari itu diambil yang mana bidadari itu tidak bisa kembali ke kayangan dan akhirnya jadi istri Menak Senojo.
Bidadari tersebut bernama Nyai Peri Tunjung Biru Bulan atau disebut juga Putri Tunjung Biru Sari. Menak Senojo dan Nyai Peri Tunjung Biru Bulan mempunyai anak Ario Timbul. Ario Timbul mempunyai anak Ario Kudut. Ario Kudut mempunyai anak Ario Pojok. Sedangkan di pihak Lembu Peteng yang bermula tinggal di Madegan Sampang kemudian pindah ke Ampel (Surabaya) sampai meninggal dan dimakamkan di Ampel, Lembu Peteng mempunyai anak bernama Ario Manger yang menggantikan ayahnya di Madegan Sampang. Ario Manger mempunyai anak Ario Pratikel yang semasa hidupnya tinggal di Gili Mandangin (Pulau Kambing). Dan Ario Pratikel mempunyai anak Nyai Ageng Budo.
Nyai Ageng Budo inilah yang kemudian kawin dengan Ario Pojok. Dengan demikian keturunan Lembu Peteng menjadi satu dengan keturunan Ario Damar. Dari perkawinan tersebut lahirlah Kiai Demang yang selanjutnya merupakan cikal bakal Kota Baru dan kemudian disebut Plakaran. Jadi Kiai Demang bertahta di Plakaran Arosbaya dan ibukotanya Kota Baru (Kota Anyar) yang terletak disebelah Timurdaya Arosbaya. Dari perkawinannya dengan Nyai Sumekar mempunyai 5 (lima) orang anak yaitu :
  • Kiai Adipati Pramono di Madegan Sampang.
  • Kiai Pratolo disebut juga Pangeran Parambusan.
  • Kiai Pratali atau disebut juga Pangeran Pesapen .
  • Pangeran Paningkan disebut juga dengan nama Pangeran Suka Sudo .
  • Kiai Pragalbo yang kemudian dikenal dengan nama Pangeran Plakaran karena bertahta
di Plakaran, setelah meninggal dikenal sebagai Pangeran Islam Onggu’ .
Namun perkembangan Bangkalan bukan berasal dari legenda ini, melainkan diawali dari sejarah perkembangan Islam di daerah itu pada masa pemerintahan Panembahan Pratanu yang bergelar Lemah Dhuwur.
Beliau adalah anak Raja Pragalba, pendiri kerajaan kecil yang berpusat di Arosbaya, sekitar 20 km dari kota Bangkalan ke arah utara. Panembahan Pratanu diangkat sebagai raja pada 24 Oktober 1531 setelah ayahnya, Raja Pragalba wafat. Jauh sebelum pengangkatan itu, ketika Pratanu masih dipersiapkan sebagai pangeran, dia bermimpi didatangi orang yang menganjurkan dia memeluk agama Islam. Mimpi ini diceritakan kepada ayahnya yang kemudian memerintahkan patih Empu Bageno untuk mempelajari Islam di Kudus.
Perintah ini dilaksanakan sebaik-baiknya, bahkan Bageno bersedia masuk Islam sesuai saran Sunan Kudus sebelum menjadi santrinya selama beberapa waktu lamanya. Ia kembali ke Arosbaya dengan ilmu keislamannya dan memperkenalkannya kepada Pangeran Pratanu.
Pangeran ini sempat marah setelah tahu Bageno masuk Islam mendahuluinya. Tapi setelah dijelaskan bahwa Sunan Kudus mewajibkannya masuk Islam sebelum mempelajari agama itu, Pangeran Pratanu menjadi maklum.
Setelah ia sendiri masuk Islam dan mempelajari agama itu dari Empu Bageno, ia kemudian menyebarkan agama itu ke seluruh warga Arosbaya. Namun ayahnya, Raja Pragalba, belum tertarik untuk masuk Islam sampai ia wafat dan digantikan oleh Pangeran Pratanu. Perkembangan Islam itulah yang dianut oleh pimpinan di Kabupaten Bangkalan ketika akan menentukan hari jadi kota Bangkalan, bukan perkembangan kekuasan kerajaan di daerah itu.
Jauh sebelum Pangeran Pratanu dan Empu Bageno menyebarkan Islam, sejumlah kerajaan kecil di Bangkalan.
Diawali dari Kerajaan Plakaran yang didirikan oleh Kyai Demang dari Sampang. Yang diperkirakan merupakan bagian dari Kerajaan Majapahit yang sangat berpengaruh pada saat itu.
Kyai Demang menikah dengan Nyi Sumekar, yang diantaranya melahirkan Raden Pragalba. Pragalba menikahi tiga wanita. Pratanu adalah anak Pragalba dari istri ketiga yang dipersiapkan sebagai putera mahkota dan kemudian dikenal sebagai raja Islam pertama di Madura. Pratanu menikah dengan putri dari Pajang yang memperoleh keturunan lima orang :
  • Pangeran Sidhing Gili yang memerintah di Sampang.
  • Raden Koro yang bergelar Pangeran Tengah di Arosbaya, Raden Koro menggantikan ayahnya
  • ketika Pratanu wafat.
  • Pangeran Blega yang diberi kekuasaan di Blega.
  • Ratu Mas di Pasuruan dan Ratu Ayu.
Kerajaan Arosbaya runtuh diserang oleh Mataram pada masa pemerintahan Pangeran Mas pada tahun 1624. Pada pertempuran ini Mataram kehilangan panglima perangnya, Tumenggung Demak, beberapa pejabat tinggi kerajaan dan sebanyak 6.000 prajurit gugur.
Korban yang besar ini terjadi pada pertempuran mendadak pada hari Minggu, 15 September 1624, yang merupakan perang besar. Laki-laki dan perempuan kemedan laga. Beberapa pejuang laki-laki sebenarnya masih bisa tertolong jiwanya. Namun ketika para wanita akan menolong mereka melihat luka laki-laki itu berada pada punggung, mereka justru malah membunuhnya.
Luka di punggung itu menandakan bahwa mereka melarikan diri, yang dianggap menyalahi jiwa ksatria. Saat keruntuhan kerajaan itu, Pangeran Mas melarikan diri ke Giri. Sedangkan Prasena (putera ketiga Pangeran Tengah) dibawa oleh Juru Kitting ke Mataram, yang kemudian diakui sebagai anak angkat oleh Sultan Agung dan dilantik menjadi penguasa seluruh Madura yang berkedudukan di Sampang dan bergelar Tjakraningrat I. Keturunan Tjakraningrat inilah yang kemudian mengembangkan pemerintahan kerajaan baru di Madura, termasuk Bangkalan.
Tjakraningrat I menikah dengan adik Sultan Agung. Selama pemerintahannya ia tidak banyak berada di Sampang, sebab ia diwajibkan melapor ke Mataram sekali setahun ditambah beberapa tugas lainnya. Sementara kekuasaan di Madura diserahkan kepada Sontomerto.
Dari perkawinannya dengan adik Sultan Agung, Tjakraningrat tidak mempunyai keturunan sampai istrinya wafat. Baru dari pernikahannya dengan Ratu Ibu ( Syarifah Ambani, keturunan Sunan Giri ), ia memperoleh tiga orang anak dan beberapa orang anak lainnya diperoleh dari selirnya (Tertera pada Silsilah yang ada di Asta Aer Mata Ibu. Bangkalan berkembang mulai tahun 1891 sebagai pusat kerajaan dari seluruh kekuasaan di Madura, pada masa pemerintahan Pangeran Tjakraningrat II yang bergelar Sultan Bangkalan II. Raja ini banyak berjasa kepada Belanda dengan membantu mengembalikan kekuasaan Belanda di beberapa daerah di Nusantara bersama tentara Inggris.
Karena jasa-jasa Tjakraningrat II itu, Belanda memberikan izin kepadanya untuk mendirikan militer yang disebut ‘Corps Barisan’ dengan berbagai persenjataan resmi modern saat itu. Bisa dikatakan Bangkalan pada waktu itu merupakan gudang senjata, termasuk gudang bahan peledak. Namun perkembangan kerajaan di Bangkalan justru mengkhawatirkan Belanda setelah kerajaan itu semakin kuat, meskipun kekuatan itu merupakan hasil pemberian Belanda atas jasa-jasa Tjakraningrat II membantu memadamkan pemberontakan di beberapa daerah.
Belanda ingin menghapus kerajaan itu. Ketika Tjakraningrat II wafat, kemudian digantikan oleh Pangeran Adipati Setjoadiningrat IV yang bergelar Panembahan Tjokroningrat VIII, Belanda belum berhasil menghapus kerajaan itu. Baru setelah Panembahan Tjokroadiningrat wafat, sementara tidak ada putera mahkota yang menggantikannya, Belanda memiliki kesempatan menghapus kerajaan yang kekuasaannya meliputi wilayah Madura itu.


Raja Bangkalan Dari Tahun 1531 – 1882
  • Tahun 1531 – 1592 : Kiai Pratanu (Panembahan Lemah Duwur)
  • Tahun 1592 – 1620 : Raden Koro (Pangeran Tengah)
  • Tahun 1621 – 1624 : Pangeran Mas
  • Tahun 1624 – 1648 : Raden Prasmo (Pangeran Cakraningrat I)
  • Tahun 1648 – 1707 : Raden Undakan (Pangeran Cakraningrat II)
  • Tahun 1707 – 1718 : Raden Tumenggung Suroadiningrat
  • · (Pangeran Cakraningrat III)
  • · Tahun 1718 – 1745 : Pangeran Sidingkap (Pangeran Cakraningrat IV)
  • Tahun 1745 – 1770 : Pangeran Sidomukti (Pangeran Cakraningrat V)
  • Tahun 1770 – 1780 : Raden Tumenggung Mangkudiningrat
  • (Panembahan Adipati Pangeran Cakraadiningrat VI)
  • Tahun 1780 – 1815 : Sultan Abdu/Sultan Bangkalan I
  • · (Panembahan Adipati Pangeran Cakraadiningrat VII)
  • · Tahun 1815 – 1847 : Sultan Abdul Kadirun (Sultan Bangkalan II)
  • Tahun 1847 – 1862 : Raden Yusuf (Panembahan Cakraadiningrat VII)
  • Tahun 1862 – 1882 : Raden Ismael (Panembahan Cakraadiningrat VIII)
Menggali Sejarah Bangkalan, Selanjutnya
Dari Pra Islam Hingga Cakraningrat Madura Barat (Bangkalan) Masa Hindu dan Budha Dari Plakaran Ke Arosbaya, Pragalba ke Pratanu (Lemah Dhuwur) Cakraningrat I Anak Angkat Sultan Agung Madura Barat (Bangkalan) Masa Hindu dan Budha Bangkalan, Bangkalan dulunya lebih dikenal dengan sebutan Madura barat. Penyebutan ini, mungkin lebih ditekankan pada alasan geografis. Soalnya, Kabupaten Bangkalan memang terletak di ujung barat Pulau Madura. Dan, sejak dulu, Pulau Madura memang sudah terbagi-bagi.
Bahkan, tiap bagian memiliki sejarah dan legenda sendiri-sendiri. Berikut laporan wartawan Radar Madura di Bangkalan, Risang Bima Wijaya secara bersambung. Menurut legenda, sejarah Madura barat bermula dari munculnya seorang raja dari Gili Mandangin (sebuah pulau kecil di selat Madura) atau lebih tepatnya di daerah Sampang.
Nama raja tersebut adalah Lembu Peteng, yang masih merupakan putra Majapahit hasil perkawinan dengan putri Islam asal Campa. Lembu Peteng juga seorang santri Sunan Ampel.
Dan, Lembu Peteng-lah yang dikenal sebagai penguasa Islam pertama di Madura Barat. Namun dalam perkembangan sejarahnya, ternyata diketahui bahwa sebelum Islam, Madura pernah diperintah oleh penguasa non muslim, yang merupakan yang berasal dari kerajaan Singasari dan Majapahit. Hal ini diperkuat dengan adanya pernyataan Tome Pires (1944 : 227) yang mengatakan, pada permulaan dasawarsa abad 16, raja Madura belum masuk Islam. Dan dia adalah seorang bangsawan mantu Gusti Pate dari Majapahit. Pernyataan itu diperkuat dengan adanya temuan – temuan arkeologis, baik yang bernafaskan Hindu dan Bhudda.
Temuan tersebut ditemukan di Desa Kemoning, berupa sebuah lingga yang memuat inskripsi. Sayangnya, tidak semua baris kalimat dapat terbaca. Dari tujuh baris yang terdapat di lingga tersebut, pada baris pertama tertulis, I Caka 1301 (1379 M), dan baris terakhir tertulis, Cadra Sengala Lombo, Nagara Gata Bhuwana Agong (Nagara: 1, Gata: 5, Bhuwana: 1, Agong: 1) bila dibaca dari belakang, dapat diangkakan menjadi 1151 Caka 1229 M. Temuan lainnya berupa fragmen bangunan kuno, yang merupakan situs candi. Oleh masyarakat setempat dianggap reruntuhan kerajaan kecil.
Juga ditemukan reruntuhan gua yang dikenal masyarakat dengan nama Somor Dhaksan, lengkap dengan candhra sengkala memet bergambar dua ekor kuda mengapit raksasa. Berangkat dari berbagai temuan itulah, diperoleh gambaran bahwa antara tahun 1105 M sampai 1379 M atau setidaknya masa periode Singasari dan Majapahit akhir, terdapat adanya pengaruh Hindu dan Bhudda di Madura barat.
Sementara temuan arkeologis yang menyatakan masa klasik Bangkalan, ditemukan di Desa Patengteng, Kecamatan Modung, berupa sebuah arca Siwa dan sebuah arca laki-laki. Sedang di Desa Dlamba Daja dan Desa Rongderin, Kecamatan Tanah Merah, terdapat beberapa arca, di antaranya adalah arca Dhayani Budha.
Temuan lainnya berupa dua buah arca ditemukan di Desa Sukolilo Barat Kecamatan Labang. Dua buah arca Siwa lainnya ditemukan di pusat kota Bangkalan. Sementara di Desa Tanjung Anyar Bangkalan ditemukan bekas Gapura, pintu masuk kraton kuno yang berbahan bata merah. Di samping itu, berbagai temuan yang berbau Siwais juga ditemukan di makam-makam raja Islam yang terdapat di Kecamatan Arosbaya. Arosbaya ini pernah menjadi pusat pemerintahan di Bangkalan. Misalnya pada makam Oggo Kusumo, Syarif Abdurrachman atau Musyarif (Syech Husen).
Pada jarak sekitar 200 meter dari makam tersebut ditemukan arca Ganesha dan arca Bhirawa berukuran besar. Demikian pula dengan temuan arkeologis yang di kompleks Makam Agung Panembahan Lemah Duwur, ditemukan sebuah fragmen makam berupa belalai dari batu andesit. Dengan temuan-temuan benda kuno yang bernafaskan Siwais di makam-makam Islam di daerah Arosbaya itu, memberi petunjuk bahwa Arosbaya pernah menjadi wilayah perkembangan budaya Hindu.
Penemuan benda berbau Hindu pada situs-situs Islam tersebut menandakan adanya konsinyuitas antara kesucian. Artinya, mandala Hindu dipilih untuk membangun arsitektur Islam. Arosbaya merupakan pusat perkembangan kebudayaan Hindu di Madura Barat (Bangakalan) semakin kuat dengan adanmya temuan berupa bekas pelabuhan yang arsitekturnya bernafaskan Hindu, dan berbentuk layaknya sebuah pelabuhan Cina.
(Risang Bima Wijaya) atas Dari Plakaran Ke Arosbaya, Pragalba ke Pratanu (Lemah Dhuwur) Bangkalan, Radar.- Sosok Pratanu atau lebih dikenal dengan Panembahan Lemah Duwur adalah putera Raja Pragalba. Dia dikenal sebagai pendiri kerajaan kecil, yang berpusat di Arosbaya. Masyarakat Bangakalan menokohkan Pratanu sebagai penyebar agama Islam yang pertama di Madura.
Bahkan, putera Pragalba ini disebut-sebut sebagai pendiri masjid pertama di Madura. Selain itu, Pratanulah yang mengawali hubungan dengan daerah lain, yaitu Pajang dan Jawa. Perjalanan sejarah Bangkalan tidak bisa dilepaskan dengan munculnya kekuasaan di daerah Plakaran, yang selanjutnya disebut dengan Kerajaan Plakaran. Kerajaan ini diperkirakan muncul sebelum seperempat pertama abad 16, yakni sebelum penguasa Madura barat memeluk Islam.
Plakaran diawali dengan kedatangan Kiyai Demung dari Sampang. Dia adalah anak dari Aria Pujuk dan Nyai Ageng Buda. Setelah menetap di Plakaran, Kiyai Demung dikenal dengan nama Demung Plakaran. Dia mendirikan kraton di sebelah barat Plakaran atau sebelah timur Arosbaya, yang dinamakan Kota Anyar (Pa’ Kamar 1951: 113).
Sepeninggal Demung Plakaran, kekuasaan dipegang oleh Kiai Pragalba, anaknya yang nomor lima. Pragalba mengangkat dirinya sebagai Pangeran Plakaran dari Arosbaya. Selanjutnya meluaskan daerah kekuasaannya hingga hampir seluruh Madura. Paragalba mempunyai tiga orang istri.
Pratanu adalah anak dari istri ketiganya. Semasa kekuasaan Pragalba inilah agama Islam mulai disebarkan di Madura barat, yang dilakukan oleh para ulama dari Giri dan Gresik. Penyebarannya meliputi daerah pesisir pantai sekitar selat Madura pada abad ke-15 (FA Sutjipto Tirtoatmodjo 1983 : 13) Islam berkembang pesat sejak penyeberannya dilakukan secara teratur oleh Syech Husen dari Ampel (Hamka 1981:137).
Bahkan, ia mendirikan masjid di Arosbaya. Menurut cerita masyarakat Arosbaya, reruntuhan di sekitar makam Syech Husen adalah masjid yang didirikannya. Namun meski Islam sudah masuk di Madura barat, Pragalba belum memeluk Islam. Tetapi justru putranya Pratanu yang memeluk agama Islam. Peristiwa tersebut ditandai dengan candra sengkala yang berbunyi: Sirna Pandawa Kertaning Nagara (1450 caka 1528 M).
Peristiwa tersebut berbarengan dengan pudarnya kekuasaan Majapahit setelah dikuasai Islam tahun 1527 M. Selain itu, Kerajaan Plakaran mengakui kekuasaan Demak, sehingga diperkirakan penerimaan Islam di Madura bersamaan dengan runtuhnya kekuasaan Majapahit. Menjelang wafat, Pragalba masuk Islam dengan menganggukkna kepala, karena itu dia mendapat sebutan Pangeran Onggu’ (mengangguk, Red). Sepeninggalnya, Pratanu naik tahta dengan gelar Panembahan Lemah Dhuwur. Itu terjadi pada tahun 1531-1592.
Di masa pemerintahan Lemah Dhuwur inilah pusat pemerintahan Plakaran dipindahkan ke Arosbaya. Karena itu, dia mendapat julukan sebagai pendiri Kerajaan Arosbaya. Lemahlah Dhuwur yang mendirikan kraton dan msajid pertama di Arosabaya. Selama masa pemerintahan Panembahan Lemah Duwur, kerajaan Arosbaya telah meluaskan daerah kekuasaannya hingga ke seluruh Madura barat, termasuk Sampang dan Blega.
Panembahan lemah Duwur mengawini putri Triman dari Pajang. Ini juga menjadi bukti bahwa Lemah Duwur adalah penguasa Madura pertama yang menjalinm hubungan dengan Jawa. Berdasarkan Tutur Madura Barat, Rafless mengatakan bahwa Lemah Dhuwur adalah penguasa terpenting di daerah Jawa Timur pada masa itu.
Panembahan Lemah Dhuwur wafat di Arosbaya pada tahun 1592 M setelah kembali dari kunjungannya ke Panembahan Ronggo Sukowati di Pamekasan. Sesuai dengan tradisi dia dimakamkan di kompleks Makam Agung Lemah Dhuwur.
Selanjutnya kekuasaan Arosbaya dipegang oleh putranya yang bernama Pangeran Tengah, hasil perkawinannya dengan puteri Pajang. Pangeran Tengah berkuasa tahun 1592-1620. Di masa pemerintahan Pangeran Tengah terjadi peristiwa terkenal yang disebut dengan 6 Desember 1596 berdarah, karena saat itu telah gugur dua orang utusan dari Arosbaya yang dibunuh oleh Belanda yaitu Patih Arosbaya Kiai Ronggo dan Penghulu Arosbaya Pangeran Musarip. Sejak peristiwa itulah Arosbaya menyatakan perang dengan Belanda.
Pangeran Tengah meninggal tahun 1620. Makamnya terletak di kompleks makam Syech Husen, dan sampai sekarang dikeramatkan oleh masyarakat setempat. Pengganti Pangeran Tengah adalah adiknya yang bernama Pangeran Mas, yang berkuasa tahun 1621-1624. Sebetulnya yang berhak berkuasa adalah putra Pangeran Tengah yang bernama Pangeran Prasena. Namun karena masih kecil, dia diwakili oleh pamannya.
Di masa pemerintahan Pangeran Mas terjadi peristiwa penyerangan Sultan Agung ke Arosbaya pada tahun 1624. Itulah yang menyebabkan jatuhnya kerajaan Arosbaya. Sedang Pangeran Mas melarikan diri ke Demak dan Pangeran Prasena dibawa oleh juru kitting ke Mataram.
Peperangan antara Mataram dan Arosbaya yang berlangsung pada hari Minggu 15 Septeber 1624 tersebut, memang patut dikenang sebagai perjuangan rakyat Madura. Saat itu Mataram harus membayar mahal, karena mereka telah kehilangan panglima perang tertingginya, Tumenggung Demak dan kehilangan 6000 prajurit.
Saat itu laki-laki dan wanita Arosbaya berjuang bersama. Ada sebuah kisah menarik di sini. Dikisahkan saat di medan perang ada beberapa prajurit lelaki yang mengeluh karena luka berat. Tetapi katika para wanita melihat luka tersebut terdapat dibagian belakang, para wanita tersebut menusuk prajurit tadi hingga tewas.
’’Lukanya di bagian belakang, artinya prajurit itu telah berbalik lari, hingga dilukai di bagian punggungnya oleh musuh, mereka pengecut dalam,’’ demikian kata-kata para wanita Arosbaya. atas Cakraningrat I Anak Angkat Sultan Agung Prasena, putera Pangeran Tengah dari Arosbaya disertai Pangeran Sentomerto, saudara dari ibunya yang berasal dari Sampang, dibawa oleh Panembahan Juru Kitting beserta 1000 orang Sampang lainnya ke Mataram. Di Mataram Prasena diterima dengan senang hati oleh Sultan Agung, yang sekanjutnya diangkat sebagai anak.
Bahkan, kemnudian Prasena dinobatkan sebagai penguasa Madura yang bergelar Cakraningrat I. Dia dianugerahi hadiah uang sebesar 20 ribu gulden dan berhak memakai payung kebesaran berwarna emas.
Sebaliknya, Cakraningrat I diwajibkan hadir di Mataram setahun sekali. Karena selain menjadi penguasa Madura, dia juga punya tugas-tugas penting di Mataram. Sementara pemerintahan di Sampang dipercayakan kepada Pangeran Santomerto. Cakraningrat I kemudian menikah dengan adik Sultan Agung, namun hingga istrinya, meninggal dia tidak mendapat keturunan.
Kemudian Cakraningrat I menikah dengan Ratu Ibu, yang masih keturunan Sunan Giri. Dari perkawinannya kali ini dia menmpunyai tiga orang anak, yaitu RA Atmojonegoro, R Undagan dan Ratu Mertoparti. Sementara dari para selirnya dia mendapatkan sembilan orang anak, salah satu di antaranya adalah Demang Melaya. Sepeninggal Sultan Agung tahun 1645 yang kemudian diganti oleh Amangkurat I, Cakraningrat harus menghadapai pemberontakan Pangeran Alit, adik raja. Tusukan keris Setan Kober milik Pangeran Alit menyebabkan Cakraningrat I tewas seketika.
Demikian pula dengan puteranya RA Atmojonegoro, begitu melihat ayahnya tewas dia segera menyerang Pangeran Alit, tapi dia bernasib sama seperti ayahnya. Cakraningrat I diganti oleh Undagan. seperti halnya Cakraningrat I, Undagan yang bergelar Cakraningrat II ini juga lebih banyak menghabiskan waktunya di Mataram. Di masa pemerintahannya, terjadi pemberontakan putra Demang Melaya yang bernama Trunojoyo terhadap Mataram. Pemberontakan Trunojoyo diawali dengan penculikan Cakraningrat II dan kemudian mengasingkannya ke Lodaya Kediri. Pemberontakan Trunojoyuo ini mendapat dukungan dari rakyat Madura.
Karena Cakraningrat II dinilai rakyat Madura telah mengabaikan pemerintahan Madura. Kekuatan yang dimiliki kubu Trunojoyo cukup besar dan kuat, karena dia berhasil bekerja sama dengan Pangeran Kejoran dan Kraeng Galesong dari Mataram. Bahkan, Trunojoyo mengawinkan putrinya dengan putra Kraeng Galesong, unutk mempererat hubungan. Tahun 1674 Trunojoyo berhasil merebut kekuasaan di Madura, dia memproklamirkan diri sebagai Raja Merdeka Madura barat, dan merasa dirinya sejajar dengan penguasa Mataram. Berbagai kemenangan terus diraihnya, misalnya, kemenangannya atas pasukan Makassar (mei 1676 ) dan Oktober 1676 Trunojoyo menang atas pasukan Mataram yang dipimpin Adipati Anom. Selanjutnya Trunojoyo memakai gelar baru yaitu Panembahan Maduretna. Tekanan-tekanan terhadap Trunojoyo dan pasukannya semakin berat sejak Mataram menandatangani perjanjian kerjasama dengan VOC, tanggal 20 maret 1677.
Namun tanpa diduga Trunojoyo berhasil menyerbu ibukota Mataram, Plered. Sehingga Amangkurat harus menyingkir ke ke barat, dan meninggal sebelum dia sampai di Batavia. Benteng Trunojoyo sedikit demi sedikit dapat dikuasai oleh VOC. Akhirnya Trunojoyo menyerah di lereng Gunung Kelud pada tanggal 27 Desember 1679. Dengan padamnya pemberonrtakan Trunojoyo. VOC kembali mengangkat Cakraningrat II sebagai penguasa di Madura, karena VOC merasa Cakraningrat telah berjasa membantu pangeran Puger saat melawan Amangkurat III, sehingga Pangeran Puger berhasil naik tahta bergelar Paku Buwono I.
Kekuasaan Cakraningrat di Madura hanya terbatas pada Bangkalan, Blega dan Sampang. Pemerintahan Madura yang mulanya ada di Sampang, oleh Cakraningrat II dipindahkan ke Tonjung Bangkalan. Dan terkenal dengan nama Panembahan Sidhing Kamal, yaitu ketika dia meninggal di Kamal tahun 1707, saat dia pulang dari Mataram ke Madura dalam usia 80 tahun.
Raden Tumenggung Sosrodiningrat menggantikan kedudukan ayahnya sebagai Bupati Madura barat dengan gelar Cakraningrat III. Suatau saat terjadi perselisihan antara Cakraningrat dengan menantunya, Bupati Pamekasan yang bernama Arya Adikara. Untuk menghadapi pasukan dari Pamekasan, Cakraningrat III meminta bantuan dari pasukan Bali.
Dimasa Cakraningrat inilah Madura betul-betul bergolak, terjadi banyak peperangan dan pemberontakan di Madura. Tumenggung Surahadiningrat yang diutus Cakraningrat untuk menghadapi pasukan Pamekasan ternyata menyerang pasukan Cakraningrat sendiri dengan bantuan pasukan Sumenep. Sekalipun Cakraningrat meninggal, pergolakan di Madura masih terus terjadi. Cakraningrat III digantikan oleh Timenggung Surahadiningrat dengan gelar Cakraningrat IV. Awal pemerintahan Cakraningrat IV diwarnai banyak kekacauan. Pasukan Bali dibawah kepemimpinan Dewa Ketut yang sebelumnya diminta datang oleh Cakaraningrat III, datang dengan membawa 1000 prajurit. Tahu yang meminta bantuan sudah meninggal dan situasi telah berubah, pasukan Bali menyerang Tonjung. Cakraningrat yang sedang berada di Surabaya memerintahkan adiknya Arya Cakranegara untuk mengusir pasukan Bali.
Tetapi Dewa Ketut berhasil membujuk Cakranegara untuk berbalik menyerang Cakraningrat IV. Tetapi dengan bantuan VOC, Cakranoingrat IV berhasil mengusir pasukan Arya Cakranegara dan Bali.
Kemudian dia memindahkan pusat pemerintahannya ke Sambilangan. Suatau peristiwa yang terkenal dengan Geger Pacina (pemberontakan masyarakat Cina) juga menjalar ke Mataram. Cakraningrat IV bekerjasama dengan VOC memerangi koalisi Mataram dan Cina ini.
Namun hubungan erat antar Madura denga VOC tidak langgeng. Cakraningrat menyatakan perang dengan VOC karena VOC telah berkali-kali melanggar janji yang disepakati. Dengan bekerja sama dengan pasukan Mengui Bali, Cakraningrat berhasil mengalahkan VOC dan menduduki Sedayu, Lamongan, Jipang dan Tuban.
Cakraningrat juga berhasil mengajak Bupati Surabaya, Pamekasan dan Sumenep untuk bersekutu melawan VOC. Tapi Cakraningrat tampaknya harus menerima kekalahan, setelah VOC mengerahkan pasukan dalam jumlah besar. Cakraningrat dan dua orang putrinya berhasil melarikan diri ke Banjarmasin, namun oleh Raja Bajarmasin dia ditangkap dan diserahkan pada VOC.
Cakraningrat diasingkan ke Kaap De Goede Hoop (Tanjung Penghargaan). dan meninggal di tempat pembuangannya, sehingga dia juga dikenal dengan nama Panembahan Sidengkap.
Sumber:  Dinas Pariwisata Kabupaten Bangkalan Bagikan